Nas bacaan, Wahyu 22 : 12 – 17
"Sesungguhnya
Aku datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya (ayat 12)
Pengantar
Alkisah, Mora
seorang buruh di kota metropolitan bermimpi bahwa Tuhan akan datang berkunjung
ke rumahnya. Dengan penuh penasaran dan harap-harap cemas, Mora pun
mempersiapkan diri untuk kunjungan tersebut. Mora menjadi lebih bersemangat menantikan
kedatangan tamu sepesialnya; tamu Agung, yaitu Tuhan. Mora pun mempersiapkan semua
hal yang dia perlukan untuk menanti sosok yang sangat ia nantikan tersebut. Makanan,
minuman dan perlengkapan lainnya sudah dipersiapkan dengan baik. Bahkan Mora
sudah menyiapkan cadangan atau persediaan yang dibutuhkan selama menunggu tamu
Agung tersebut akan datang.
Sore itu, segelas
teh hangat dan roti bakar sudah tersedia dimejanya, sambil menghangatkan diri
dari cuaca hujan yang sangat deras di luar rumah. Itulah cuaca yang sangat
lazim pada musim penghujan yang sedang hadir di kota itu. Tiba-tiba terdengar
ketukan pintu dan suara yang sangat keras memanggil dari luar. Mora kemudian
melihat siapa yang datang. Hatinya berkata: “Apakah itu Tuhan?” Setelah membuka
pintu pintu, ternyata tukang pos yang datang mengirimkan surat. Mora melihat
tukang pos tersebut telah basah kuyup demi mengantar surat. Kemudian hati Mora
tergerak dan mengajak tukang pos tersebut masuk untuk menikmati teh hangat dan
roti bakar bersamanya.
Setelah
selesai makan dan minum mereka keluar dan Mora mengantar tukang pos tersebut hingga
ke pagar depan rumahnya. Namun, sebelum sampai di pagar rumah, Mora mendengar
suara isak tangis anak perempuan di sudut pagar rumahnya. Ia menghampiri anak
tersebut dan menanyakan, mengapa ia menangis. Kemudian anak tersebut
menceritakan, bahwa ia tersesat ketika mengikuti tukang balon yang berjualan
keliling. Mungkin ketika hujan deras tadi, tukang balon tersebut lari tunggang
langgang dan menghilang entah kemana. Akhirnya anak kecil tersebut ikut
tersesat.
Mora memutuskan
untuk mengantar anak kecil tersebut kembali pulang kepada orang tuanya. Namun sebelum
pergi Mora menuliskan pesan di pintu rumahnya: “Tuhan tunggu saya ya, ada urusan mendadak. Salam hangat, Mora.” Kemudian
Mora menempelkannya di pintu. Sambil berjalan Mora menghibur anak tersebut dan
bertanya dimana orang tuanya tinggal. Akhirnya mereka tiba dan Mora
mengembalikan anak tersebut kepada orangtuanya.
Mora kemudian
pulang bergegas sebab ia berpikir bahwa Tuhan mungkin sudah datang dan
menunggunya di rumah. Dengan bersemangat ia berjalan pulang. Setelah sampai di
rumah, Mora sangat kaget dan tersentak karena pintu rumahnya sudah terbuka. Mora
kemudian tersenyum dan berucap dalam hatinya, “apakah Tuhan yang datang?”
Kemudian mora masuk dan menemukan seorang pemuda yang sudah berlumuran darah
terbaring di sofanya. Wajahnya lebam dan tubuhnya menggigil. Ternyata pemuda
tersebut baru saja dianaiaya oleh sekelompok pemuda yang menyatakan dirinya
geng motor.
Mora kemudian
mengambil handuk hangat dan membersihkan luka pemuda tersebut. Memberinya minum
dan makan agar pemuda tersebut tidak sekarat. Karena kondisinya parah, Mora memutuskan
untuk menjaga pemuda tersebut pada malam itu. Karena kelelahan berjaga-jaga,
akhirnya Mora tertidur pulas disamping pemuda yang menumpang di rumahnya. Keesokan
harinya, Mora sontak terkaget karena sewaktu bangun ia tidak menemukan pemuda
tersebut.
Mora mencari
ke sekeliling rumahnya, namun tidak menemukan pemuda tersebut. Akhirnya Mora
melihat secarik kertas yang kemarin ia tulis dan tempelkan di depan pintu, “Tuhan tunggu saya ya, ada urusan mendadak. Salam
hangat, Mora.” Kemudian Mora tersadar dan merasa sedih. “Ahhh, pasti Tuhan tadi malam sudah datang
sewaktu aku tertidur menjaga pemuda itu”, ucap Mora dengan wajah yang
muram. Sambil memegang kertas tersebut, Mora kemudian beranjak dan membereskan
isi rumahnya.
Tiba-tiba
suara telepon rumahnya kemudian berdering, dan dengan tenang Mora menjawab: “syalom, selamat pagi?” Kemudian suara
yang lantang pun berkata: “Terima kasih
ya Mora, sejak semalam engkau melayaniku dengan baik. Disaat aku haus dan
lapar, engkau memberiku makan; disaat aku tersesat, engkau menuntunku; disaat
aku terluka, engkau menolong dan merawatku. Aku sangat berterima kasih dan
memuji perbuatan baikmu. Spontan Mora bertanya: “siapakah ini?” Kemudian suara itu menjawab, “Ya, Aku-lah Tuhan yang kau nanti-nantikan itu; Akulah yang kau layani
itu dengan baik”. Sungguh aku telah menjadi tamu istimewa di rumahmu.
Mora
kemudian tersungkur dan sujud dalam doa dan ungkapan syukur. Mora menangis dan
terharu karena tidak menduga kalau Tuhan sungguh hadir di rumahnya. Tuhan yang
ia nanti-nantikan telah menyapanya dengan cara-cara yang tidak terduga. Sungguhkah
Mora telah melayani Tuhan dengan baik ketika Tuhan hadir dalam berbagai
wujud-Nya? Sungguhkah Mora menanti-nantikan Tuhan dengan hati yang
berjaga-jaga? Hanya Tuhan yang tahu dan dapat menjawab semua pertanyaan hati
Mora. Namun yang pasti, sejak hari itu Mora menjadi baru, hidup dalam kemurahan
hati; mau berbagi dan menjadi saluran berkat bagi sesamanya. Tidak lagi
menggerutu, bersungut-sungut bahkan mengeluh. Mora menjadi lebih bersukacita,
ia bernazar dan mempermuliakan hidupnya menjadi hamba kebaikan dengan semangat
menanti-nantikan Tuhan senantiasa.
Renungan
Kisah diatas adalah renungan yang telah berkembang dengan
luas dan memberi makna dalam berbagai cara. Seperti halnya dengan apa yang
telah difirmankan Tuhan pada nas di atas, “Aku
akan datang segera…”
Kalimat ini menjelaskan bahwa Dia, yaitu Tuhan akan segera datang, sekalipun kedatangan
Tuhan adalah kondisi yang tidak
mudah untuk dipahami; sulit ditebak. Bahkan, mungkin sampai menantang sikap
kita disaat-saat krisis menghampiri. Disaat-saat yang tidak terduga itulah kita diajak untuk
senantiasa berjaga-jaga.
Hal yang
utama dan mendasar ingin
diperlihatkan disini adalah bahwa Tuhan
akan datang segera dan memberikan
upah untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya. Dalam hal ini
Tuhan akan memberikan upah kepada setiap orang sesuai dengan perbuatannya masing-masing. Namun, bukan dalam artian bahwa upah tersebut menjadi tujuan bagi orang
yang menantikan kedatangan-Nya. Namun, motivasi dan keyakinan untuk berjumpa
dengan Tuhan dalam berbagai wujud-Nya adalah tujuan sekaligus menjadi kunci
untuk masuk dalam kerajaan-Nya.
Motivasi dan keyakinan itulah yang akan menuntun
orang-orang percaya untuk senantiasa bersabar (bertahan) dan sekaligus berbuat (sekalipun
hal kecil) dalam setiap pekerjaan dan pelayanannya sehari-hari. Bukan sebaliknya,
ada orang yang hendak mendekatkan diri kepada Tuhan dengan mengasingkan diri
dan memuja Tuhan dengan kepuasannya sendiri. Akhirnya tuhan yang
dinanti-nantikan hanya ada dalam imajinasi dan mimpi belaka. Namun,
menanti-nantikan Tuhan sesungguhnya adalah menjadi peka dalam hidup sehari-hari
dengan membuka hati dalam kerendahan dan ucapan syukur sembari melakukan
kebaikan bagi sesama; yang terluka, yang sakit, yang teraniaya, yang membutuhkan
uluran tangan, dan lain sebagainya (band. Matius 25:40).