Melangkahkan kaki dengan penuh kepastian itu mengawali sebuah
keberhasilan. Begitulah yang dirasakan Nee
pagi ini. Dengan penuh semangat ia tersenyum sesaat setelah mendengar alarm
dari BB nya berbunyi tepat jam 1.30 dini hari. Tidak seperti biasanya Nee mengabaikan bunyi alarm dan menarik selimut utk menghangatkan
tubuhnya, kali ini dia menyibakkan selimut itu dan segera menyalakan kompor
untuk menyiapkan air hangat untuk mandi.
Tidak terlihat ngantuk di wajahnya, Nee mondar mandir menyiapkan keperluan untuk pergi dini hari ini,
sambil menunggu air panas. Dan siap, tas ransel hitam coklat yang hanya berisi
satu kemeja putih, peralatan makeup, tiket pesawat, dompet, handycam, BB
lengkap dengan charger, dan hp nokia siap dibawanya. Sebelum mandi Nee menyeduh teh melati dalam cangkir putih dengan gula agak banyak
dari biasanya. Aaahhh, segarnya teh melati menghangatkan perutnya sesaat
setelah mandi.
Breeeep, breeeeep, segera Nee
menjawab telepon dari nokianya. Rupanya sopir travel yang akan membawanya ke
bandara sudah siap. Segera Nee memasang syal lembut kesayangannya.
Menghabiskan teh melati meletakkan tali ransel di bahunya, dan melipat
tangannya untuk berdoa. Ia memakai sepatunya dan antusias menjadi penumpang
travel sampai bandara.
Di dalam travel, Nee merencanakan
untuk tidur, lumayan 2 jam perjalanan. Tapi antusiasnya untuk
segera sampai bandara berhasil mengalahkan rasa ngantuknya. Nee menikmati sepanjang jalan yang dilewatinya. Matanya mengukur
sepanjang jalan di keremangan sinar rembulan dan lampu jalanan. Sesekali dia
tersenyum melihat jalan yang pernah dilaluinya bersama Dee.
Berulang kali Nee melihat jam, namun tidak bisa mengubah
kecepatan gerakan detik. 2 jam terasa sangat lama, tapi otaknya yang tidak
pernah berhenti melompat-lompat akhirnya membawa Nee
sampai juga di bandara.
Burung raksasa yang terbuat dari baja itu, siap membawanya ke
kota lain. Kota yang selalu menjadi tumpuan harapannya untuk masa depan. Kota
yang setiap malam ia kunjungi lewat jaringan signal. Kota yang selalu
membuatnya sejuk di tengah hiruk pikuk kesibukan dan teriknya matahari yang
seperti tidak pernah terbenam di kota itu. Kota yang mampu membuatnya
tersenyum. Kota yang membuatnya mampu berbesar hati meski kadang menangis. Ya,
karena di kota itu Dee tinggal. Dialah yang menjadi harapan
terbesar di antara kecil kemungkinan yang menghimpitnya.
Sepanjang
usaha kecanggihan transportasi yang menerobos awan, melintasi cakrawala dan
menembus gerombolan embun, Nee berulang kali
menghitung estimasi waktu. Apakah mungkin ia bisa sampai di ruang teduh itu
sebelum 9.30? Lagi, mata Nee tidak bisa terpejam. Kepalanya terus
sibuk mengulang estimasi waktu yang sudah pasti bahwa ia tidak akan terlambat.
Akhirnya, goncangan itu menandai pendaratan yang baik dan cantik.
“Puji Tuhan!!
teriak Nee dalam hati sambil menghela nafas
panjang. Seperti ingin menerobos kerumunan orang dengan barang bawaan yang
tidak beraturan. Entahlah, apa gunanya bagasi luas di perut pesawat kalau semua
barang diajak naik dekat tempat duduk mereka.
Haaaah lamaaaa!!!,
lagi Nee berteriak dalam hati karena tidak
sabar. Tapi meski begitu, tetap saja dengan manis ia mempersilahkan pasangan
oma dan opa untuk mendahuluinya. Lagi, Nee
tidak tega melihat seorang ibu yang menggendong bayinya, dan mempersilahkan
untuk mendahuluinya. Lagi, ia membantu seorang pemuda lemot untuk menarik tas
yang ada di dekat kepalanya. OMG, kapan turunnya???
Ya, kesabaran
itu tidak pernah berujung penyesalan. Akhirnya Nee
menapakkan kaki di depan pintu Toilet. Dengan cekatan ia mengganti sweeter
putihnya dengan kemeja putih. Ia menyisir rambutnya, membubuhkan sedikit makeup
supaya tidak tampak kucel, menata ulang ransel mungilnya, dan ia melihat
dirinya di cermin sudah tampak lebih rapi dan anggun. Slayer lembut kesayangan
dipasang ulang di lehernya, seperti tidak mau terpisah sejenakpun. Wow, sangat
sibuk tapi masih sempat bercengkrama dengan mbak manis petugas kebersihan
toilet itu.
Meski tampak
asik sendiri, tapi Nee tetap fokus dan paham apa yang
dikatakan si Mbak manis itu sambil membersihkan
cermin di sebelah Nee. Perjuangan si Mbak, tampak dari
semangatnya bekerja mulai jam 11 tadi malam. Anaknya yang berusia 5 tahun
membuatnya makin giat bekerja di Toilet bandara itu selama 7 tahun. Sambil
bergegas pergi, karena takut ketinggalan bus, Nee memegang
pundak Mbak manis itu, sambil memberikan kata2 penyemangat lewat senyumannya.
Masih sempat juga ia meninggalkan selembar uang kertas dari kantong ranselnya
untuk si Mbak manis itu.
Nee
tidak melihat orang sama sekali, tidak mendengar suara apapun, dia hanya
melihat pintu yang ingin segera terbuka karena pijakannya. “Yes...itu
dia halte bus yang dituju”, ucap Nee dalam hati. Segera membeli
tiket dan penuh semangat menunggu bus yang akan membawanya ke ruangan teduh
itu. Teduhnya sengat matahari pagi, sejuknya hembusan asap knalpot, sukacitanya
teriakan para calo kendaraan dan pengangkut barang, menambah semangat Nee
untuk menunggu wiper bus itu tampak.
Tapi kali ini,
Nee tidak bisa lagi mendengar apa yang
dikatakan para bapak yang juga
sedang menunggu bus. Nee
hanya sibuk membaca rute yang tertempel besar di balik kaca bus yang melintas
belasan kali di hadapannya. “Akhirnyaaaaa,
Puji Tuhaaan!” Nee berteriak keras dalam hatinya, kali
ini diiringi dengan senyuman lebarnya menyambut besi beroda delapan berhenti di
depannya. Upss, ia naik dengan langkah yang sangat
mantap. Sambil matanya sibuk mencari bangku kosong, bibirnya seperti tidak mau
berhenti tersenyum.
Nee
menghempaskan punggungnya di kursi empuk dalam bus itu. Seorang
laki-laki autis yang ada disampingnya, menginspirasi Nee
untuk segera membuka BB. Ia merangkai kata-kata
penyemangat untuk Dee. Namun beberapa saat kemudian Dee
tidak lagi membalas BBM-nya, dan tidak ada tanda-tanda bahwa
pesannya sudah diterima Dee. Nee
tetap enjoy melihat setiap sudut jalan. Membayangkan bahwa Dee
juga pernah ada di situ. Berusaha mengingat-ingat nama-nama tempat yang pernah
dikatakan Dee lewat perantaraan signyal.
Hmm...
inilah saat yang ditunggu untuk menepuk ragu-ragu lengan pemuda autis itu, ucap Nee dalam hati. Pemuda tersebut menoleh
dan Nee bertanya apakah bus ini masih lama
sampai di tempat yang ia tuju? Puji Tuhan, helaan nafas Nee
kali ini terasa lebih lega dari sebelumnya. Bus itu berhenti di tengah pemandangan
yang sangat indah. Mobil-mobil kecil berwarna biru terlihat berserakan,
sekaligus menjadi pemandangan pagi itu. Taxi
juga diparkir
di mana saja, aroma got dan bekas sayur mayur pasar seberang tampak indah saja
di mata Nee. Karena hari ini adalah hari yang
paling indah dalam hari-hari terakhir di hidupnya.
Tidak yakin
harus berjalan ke arah mana, Nee
memutuskan masuk ke dalam Taxi yang akan semakin meyakinkannya bahwa penyertaan
Tuhan ada dalam hidupnya. Hanya 3 menit, sampailah Nee
di tempat teduh itu. Ya ia sangat yakin inilah tempatnya. Tempat di mana Dee
memijakkan kaki beberapa jam sebelum dia. Tempat di mana Dee
sering menghabiskan waktu dengan kesungguhan hatinya. Tempat di mana Dee
juga menggantungkan harapannya. Tempat di mana Dee
mewujudkan janji tulusnya kepada Tuhan untuk ibunya di waktu lampau. Janji itu
mulai diperjuangkan Dee untuk ditepati, dan berawal dari
sini tempatnya.
Nee
menerima senyuman ramah dari beberapa penerima tamu yang berdiri rapi di depan
ruangan teduh itu. Beberapa lembar kertas diterimanya yang disambut Nee
dengan jabatan tangan. Nee melangkahkan kakinya lebih mantap
dengan penuh syukur di dalam hatinya, akhirnya ia ada di tempat ini. Tepat 30
menit sebelum jatuh tempo estimasi waktu yang dipikirkan Nee
tadi pagi, ia sudah bisa duduk tenang di bangku paling belakang. Sesaat Nee
berdoa penuh sukacita, kagum akan penyertaan dan pertolongan Tuhan baginya.
Doa Nee
selesai dan disambut alunan musik dari keyboard
di sudut ruang itu. Tampak satu ibu berdiri dan mulai menaikkan pujian yang
akan dipakai dalam ibadah pagi ini. Beberapa jemaat yang hadir mulai menyatukan
hati dan turut menyanyikan pujian itu. Lonceng berdentang satu kali. Alunan
musik dan pujian sesaat berhenti. Lonceng berdentang dua kali, dan dari arah
pintu masuk, berjalanlah dua orang yang menyebut dirinya pelayan Tuhan. Mereka
berjalan dengan penuh hikmat, wibawa, dan keagungan dalam kerendahan hati
mereka. Ibadah pun dimulai, Nee tidak
berhenti mengatakan “Puji Tuhan dalam hatinya”.
Sampai saat penyampaian renungan firman Tuhan, Dee
berjalan dengan yakin menuju mimbar.
Nee
menatap wajah Dee yang tampak agak jauh dari pandangannya. Tetapi Nee
merasa begitu dekatnya kasih Tuhan di antara mereka, Nee dan Dee. Penuh syukur dalam jiwa Nee,
meski ia tahu pasti bahwa Dee menganggapnya sebagai halusinasi dalam pandangan
Dee selama di dalam ruang teduh yang disebut
Gereja. Nee mendengar, merasakan, dan semakin
dekat dengan Tuhan saat Dee menyampaikan kotbahnya. Penuh syukur Nee
dalam hati berkata: "Dear, maaf ya
mungkin aku mengejutkanmu. Aku datang untuk ikut bersukacita atas langkah awal
perwujudan janjimu pada Tuhan untuk ibu. Aku bangga Dee, Tuhan Yesus
mengasihimu. Pasti"
Setelah turun
dari mimbar, tampak Dee memiringkan kepalanya, tepat dengan gerakan kepala Nee
yang juga memandang ke arah Dee. Mata Dee tampak ingin memastikan apakah Nee
hanyalah halusinasinya. Alam yang kesekian
kalinya membuat mereka bertatapan mata dari kejauhan, lengkap dengan senyuman
dan anggukan Nee ke arah Dee, disambut Dee dengan
senyum kelegaan sekaligus terhentak. Sepanjang ibadah hingga hampir
berakhir, pikiran Dee pun berlari ke sana ke mari tidak habis pikir mengapa Nee
yang tadi malam masih dihubunginya lewat perantaraan signal tiba-tiba ada dalam
ibadah bersamanya. Dee tampak sangat tenang dalam kepanikannya membayangkan
bagaimana Nee menempuh 904 Km jarak yang selama ini menyatukan
hati mereka.
Ibadah usai,
tiba saatnya jemaat menyampaikan terimakasih kepada para pelayan
ibadah. Nee pun
segera turut berbaris di antara jemaat yang
lain. Sampai gilirannya, Nee mengulurkan tangan pada Dee dan
mereka bersamaan mengucapkan: "Terimakasih
Dear, selamat hari Minggu Dear". Jabatan tangan dan tatapan mata yang
paling berharga sepanjang perjumpaan mereka. Tidak ada kata yang bisa mereka
ungkapkan. Waktu membatasi mereka untuk segera melepaskan jabatan tangan dan
pandangan mata dengan rasa penuh sukacita yang tidak bisa lagi tergambarkan.
Nee tidak
ingin pelayanan Dee terhambat karena kehadirannya. Dee cemas karena ingin
bersama Nee meski sejenak, tetapi pelayanan lain
sudah menanti ketulusan hatinya. Selalu penuh sukacita di hari itu, Nee
berjalan ke arah tempat indah yang tadi dilihatnya. Nee
naik bus yang sama, yang tadi pagi mengantarnya dari bandara ke terminal.
Sesaat sebelum bus itu mengembalikan Nee ke
bandara, Nee mengirim pesan untuk Dee: "Dear,
aku bersyukur bisa memijakkan kaki di mana sayang pernah berpijak, menghirup
udara yang sama, melihat langit yang sama, mendengar dan melihat hal yang sama,
terlebih lagi ada dalam ibadah yang sama. Aku mensyukurinya lebih dari apapun
dear"
Kalimat itulah
yang menjadi energi besar untuk Dee melanjutkan pelayanannya siang itu. Dengan
berat hati yang terbungkus ketulusan jiwa untuk melayani, Dee menjaga Nee
dengan kesendiriannya melewati perjalanan yang akan mengantarnya kembali ke
titik 904Km. Hampir 3 jam Nee merasakan kehangatan hadirnya Dee di
bandara yang sepi itu. Melangkahkan kaki dengan penuh kepastian yang mengawali sebuah
keberhasilan juga dirasakan oleh Dee. Sisa waktu yang terbatas dilalui Dee
bersama kebaikan sopir taxi dengan kecepatan 120km/jam dan mengantar Dee berdiri tepat 9Cm
saja di hadapan Nee. Mereka berpelukan dalam penuh syukur.
Saling mengungkapkan perasaan mereka sepanjang waktu yang menegangkan. Lagi,
mereka berpisah karena pesawat yang sama akan mengantar Nee pulang.
Dengan menyerahkan pada kehendak Tuhan, mereka berdoa untuk bisa
bertemu kembali. Melangkahkan kaki dengan penuh kepastian itu mengawali sebuah
keberhasilan. Nee dan Dee meyakini bahwa tidak ada segala sesuatu
yang kebetulan. Yang ada adalah kehendak Allah dalam kehidupan manusia yang
selalu saja dahsyat di luar pengertian manusia. Kalau hari ini mereka dapat
bertemu dengan penuh sukacita, mereka pun yakin bahwa Tuhan akan memberi waktu
yang baik bagi mereka di kemudian hari. Biarlah jarak, biarlah waktu, biarlah
kesempatan berjalan seperti kehendak Tuhan. Karena Tuhan, mereka dapat
berjumpa, tetapi dengan bersyukur dan bersukacita yang akan membawa mereka semakin dekat
dalam rencana-Nya.
(Sebuah cerpen dari Nee kepada Dee)
No comments:
Post a Comment